Senin, 07 Maret 2011

my first cerpen :)

Zidan

Manisku Sayang. Panggilan kesayangan untukku yang selalu diucapkan oleh Zidan, pacarku. Terdengar indah kalau dia ucapkan. Sayangnya itu dulu. Tetapi tetap teringat olehku.
Terlalu banyak angan-angan dikepalaku. Andai Zidan masih ada. Andai ia tak meninggalkanku cepat. Andai kecelakaan itu tidak ada. Huuuhh…

Zidan adalah pacarku yang telah aku pacari selama tiga tahun. Andai ia tidak meninggal, mungkin dia akuan menjadi pendamping hidupku untuk selamanya. Dia adalah teman sekelasku sejak kelas dua SMA. Aku mengenal dia pada saat aku sedang patah hati karena dikhianati oleh mantan pacarku yang juga kakak kelasku. Awalnya aku gak terpikir untuk berpacaran dengannya. Tapi seiring berjalannya waktu, kami semakin dekat dan akhirnya kita pun berpacaran.
Kemana-mana kami selalu berdua, walaupun kadang ditemani pula oleh kakakku atau teman-teman kami. Dia gampang sekali dekat dengan keluargaku. Bahkan dia juga sangat akrab dengan nenekku. Bagi keluarga besarku, dia sangat baik. Aku sangat bahagia bias berhubungan dengannya.
Dia selalu bias membimbingku, menghiburku di kala ku sedih, memperhatikanku, selalu bersedia mendengar semua keluhanku. Bagiku dia sangat sempurna. Aku sayang banget sama Zidan. Aku piker kita bias bersama selamanya. Tapi takdir berkata lain, nyawanya terenggut pada kcelakaan pesawat. Sebelum keberangkatannya ke Medan, dia menemuiku untuk berpamitan dengan aku dan keluargaku. Dan dia membacakanku selembar surat yang ia tulis sendiri khusus untukku.

“Manisku Sayang…
Sepertinya akan terjadi sesuatu nanti. Manisku sayang akan menjadi perempuan yang sangat cantik, jauh lebih cantik dari sekarang, menjadi lebih dewasa, lebih pintar, lebih baik hati, pokoknya jauh lebih sempurna dari sebelum-sebelumnya. Aku sangat bahagia bias bersamamu sayang…
Setiap detik yang kita lewati bersama selalu ku ingat. Aku sangat bersyukur karena Tuhan telah menghadiahkanmu untukku. Bagiku, kamu adalah jawaban atas doaku yang selalu aku panjatkan. Semua orang selalu berkata padaku, “Kamu beruntung bisa dicintai oleh seorang Manis.” Ya, semua orang benar. Aku sangat beruntung! Kau selalu membuat aku dan keluargamu bangga.
Apapun yang terjadi nanti, Zidan akan tetap dan selalu cinta Manis. Zidan akan selalu mengingatkan bahwa Manis adalah orang yang paling Zidan cinta. I always love you, Manisku sayang.”

Saat mengucapkan itu, matanya berkaca-kaca. Akupun yang mendengarkan, meneteskan air mata. Dan aku pun menjawab “I always love you too..” Dia pun tersenyum sangat manis, jauh lebih manis dari biasanya. Dan diapun memeluk dan mencium keningku. Kemudian berpamitan dengan keluargaku. Dia juga sempat berpesan kepada kakakku untuk menjagaku. Dan ternyata, itu adalah saat terakhirnya bersamaku.
Dua jam setelah itu, orang tuanya member itahukan aku bahwa Zidan yang selama ini selalu ada di sampingku telah pergi untuk selamanya. Air mataku berderai. Aku tak menyangka Zidan pergi meniggalkanku untuk selamanya. Aku belum bisa menerima kenyataan itu. Semua keluargaku selalu menghiburku. Tapi tetap tak bisa.

Dua bulan setelah kepergian Zidan, aku masih merasakan kesedihan yang mendalam itu. Aku hanya terdiam di kamar. Yang aku pikirkan hanya Zidan. Kenapa dia meninggalkanku? Selalu saja di benakku yang terlintas hanyalah tentang Zidan, kenangannya, senyumannya, suaranya. Aku selalu mengingat kata-kata terakhir darinya. Dan air mataku selalu berderai saat aku mengingatnya. Aku selalu menyesali keadaan. Kenapa saai itu aku tak melarangnya untuk pergi ke Medan?
Kakakku selalu mmenasihatiku agar tidak selalu menyesali keadaan. Bahwa semua sudah ada jalannya. Bahwa semua adalah kehendak Tuhan. Tapi aku merasa tidak begitu. Ibuku pun bilang aku terlalu pemurung. Terlalu mengingat Zidan dalam setiap hidup dan langkahku. Dan terlalu menutup diri. Itu semua kulakukan karena aku tak mau kehilangan Zidan.

Tiba-tiba di suatu malam aku bermimpi, Zidan hadir dalam mimpiku dan memelukku. Dia berkata, “Manisku sayang, sadar gak banyak sekali hal yang kamu lewati tentang hidupmu. Hidupmu gak akan berhenti di sini aja.” Aku mengangguk. Dia berkata lagi, “banyak hal yang mestinya kamu lakukan. Hidup itu hanya sekali. Kamu terlalu tenggelam dalam kemurungan, kesedihan, dan penyesalan. Kamu masih muda, sayang.” Air mataku mengalir. Dia juga bilang, “Manis harus jadi kayak dulu lagi. Jadi cewek yang bisa buat Zidan dan semua keluarga bangga. Jangan kayak gini lagi ya sayang. Biar Zidan bisa tenang. Zidan sayang Manis.”
Dan aku pun terbangun dan air mataku terus mengalir. Akhirnya aku menyadari aku seharusnya tidak begitu, harus tetap ceria, kembali seperti dulu. Seharusnya aku tidak begitu. Harus tetap ceria, kembali seperti dulu. Seharusnya aku mneghadapi kepergian Zidan dengan senyuman. Dengan begitu Zidan pasti akan tenang meninggalkan aku. Aku sangat bersyukur karena Zidan hadir walaupun hanya hanya lewat mimpi dan member pesan yang sangat berarti untukku.

Dan aku berjanji tidak akan seperti itu lagi dan selalu menjadi cewek yang dibanggakan Zidan dan seluruh keluarga besarku. Akhirnya, aku pun menyadari walaupun Zidan telah pergi, kasih sayangnya tetap ada dan tetap kurasakan sampai kapan pun. Begitu pun pula aku. “Aku sayang Zidan.”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar